Sosok pria tampan, bertubuh tinggi dengan tinggi badan 176 cm, berambut lurus putih layaknya seorang model. Ia lahir di sebuah kampung yang terletak di Jawa Tengah. Ia anak dari seorang petani desa. Tak ada yang menyangka memang ia anak seorang petani karena memang postur tubuh layaknya seorang model. Ia tinggal bersama orang tuanya, ayahnya yang begitu keras dan ibunya yan begitu sayang padanya. Seperti halnya anak-anak kecil lainnya, ia ingin sekali bermain dengan teman-temannya walau hanya di halaman rumah. Namun sifat keras ayahnya membuatnya tertekan. Setelah pulang sekolah, ia dikunci dan dikurung di kamarnya, dan setiap hari selalu seperti itu. Tepat diusianya yang ke 12 tahun, ia menderita penyakit kulit hingga akhirnya ia harus dioperasi. Setelah ia menjalani operasi, ia dihadapkan dengan masalah perceraian kedua orang tuanya, tarik menarik hak asuh anak pun terjadi. Tekanan batin pun semakin mengoyak jiwanya. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak tinggal bersama orang tuanya, melainkan tinggal bersama Eyangnya di lain kota namun tetap satu pulau. Ia termasuk cucu kesayangan Eyangnya, fasilitas pun diberikan, dan dibiayai untuk sekolah SMPnya, Namun tinggal bersama Eyangnya pun tidak berangsur lama. Kepergian secara diam-diam pun ia lakukan, sempat Eyangnya kesal dengannya. Ia memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah kost remaja.
Dia tergolong anak yang pintar, ia pun masuk SMA favorit di kota itu, masuk kelas Internasional pun ia dapatkan, ia terpilih menjadi murid teladan, bahkan ia sempat menjadi model cover pada sebuah majalah. Begitu banyak nikmat yang Allah berikan padanya, namun hatinya menangis, karena orang tuanya tak pernah mecarinya. Ia pun tumbuh menjadi remaja yang keras, pemalu dan memiliki emosinal yang tinggi. Waktu pun berganti, ayahnya sempat berpesan, ”Kembalilah saat kau lulus SMA, karena ayah akan memasukkan kamu pada sekolah tinggi kepolisian”. Dengan semangat yang tinggi pun ia belajar tekun dan berlatih untuk mencapai harapannya, masuk sekolah tinggi kepolisian dan salah satunya adalah mendapat prestasi bagus untuk membahagiakan orang tuanya.
Kelulusan pun tiba, dengan nilai yang cukup bagus ia dapatkan. Ia pun menemui ayahnya, saat tiba dirumah, ayahnya dengan sangat datar menanggapi nilai yang ia dapatkan dan berkata ”Maaf nak, ayahmu ini hanya seorang petani, hasil panen akhir-akhir ini menurun jadi tidak bisa memasukkan kamu pda sekolah tinggi kepolisian” . memang saat itu zamannya paceklik. Mendengar hal itu, amarahnya memuncak, ia memarahi orang tuanya tanpa berfikir itu adalah orang tuanya dan tanpa mengerti situasi yang dihadapi orang tuanya, tak fikir panjang ia pun lalu pergi.
Ia berfikir bagaimana ia bisa melanjutkan kuliah, akhirnya ada sebuah lembaga dakwah, ia direkrut untuk ikut dalam organisasi itu, dijanjikannya ia dalam pembiayayaan kuliah dengan syarat harus mengabdi seumur hidup pada organisasi itu. Tak ada pilihan lain, akhirnya ia pun menyanggupinya. Dengan ilmu yang ia miliki, ia pun menjadi ketua pada organisasi itu. Semakin ia dewasa, ia tumbuh menjadi pria sholeh, namun rasa benci pada orang tuanya membuatnya tidak pernah datang menemui orang tuanya. Ia berfikir bisa berdiri sendiri. Namun keresahan hatinya selalu ia rasakan.
Bisa kita ambil hikmah dari kisah diatas, bahwa sejelek-jelek orang tua kita, sebanyak-banyaknya kesalahan orang tua kita, kita harus menerima bahwa itulah orang tua kita, kita tidak boleh membenci mereka, jangankan membenci, berkata ”Ah” pun tidak boleh. jangan kita merasa bangga dengan apa yang telah kita dapatkan. Sesholeh-sholeh, sesholeha-sholeha, dan seberhasil apapun kita jika kita tidak patuh pada orang tua, maka tidak berfaedahlah apa yang telah kita usahakan. Menjadi orang tua pun tidak gampang, semoga kelak kita menjadi orang tua yang baik dan dapat membimbing anak-anak kita nanti. Nah disini saya akan mengulas sedikit tentang bakti terhadap orang tua,
Terdapat banyak ayat yang mendudukkan ridha orang tua setelah ridha Allah dan keutamaan berbakti kepada orang tua adalah sesudah keutamaan beriman kepada Allah. Allah berfirman yang artinya, “Dan Kami perintahkan kepada manusia kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS. Lukman: 14). Lihat pula QS. al-Isra 23-24, an-Nisa 36, al-An’am 151, al-Ankabut 08.
Ada lima kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya
Pertama, tidak ada komentar yang tidak mengenakkan dikarenakan melihat atau tercium dari kedua orang tua kita sesuatu yang tidak enak. Akan tetapi memilih untuk tetap bersabar dan berharap pahala kepada Allah dengan hal tersebut, sebagaimana dulu keduanya bersabar terhadap bau-bau yang tidak enak yang muncul dari diri kita ketika kita masih kecil. Tidak ada rasa susah dan jemu terhadap orang tua sedikit pun.
Kedua, tidak menyusahkan kedua orang tua dengan ucapan yang menyakitkan.
Ketiga, mengucapkan ucapan yang lemah lembut kepada keduanya diiringi dengan sikap sopan santun yang menunjukkan penghormatan kepada keduanya. Tidak memanggil keduanya langsung dengan namanya, tidak bersuara keras di hadapan keduanya. Tidak menajamkan pandangan kepada keduanya (melotot) akan tetapi hendaknya pandangan kita kepadanya adalah pandangan penuh kelembutan dan ketawadhuan. Allah berfirman yang artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra: 24)
Urwah mengatakan jika kedua orang tuamu melakukan sesuatu yang menimbulkan kemarahanmu, maka janganlah engkau menajamkan pandangan kepada keduanya. Karena tanda pertama kemarahan seseorang adalah pandangan tajam yang dia tujukan kepada orang yang dia marahi.
Keempat, berdoa memohon kepada Allah agar Allah menyayangi keduanya sebagai balasan kasih sayang keduanya terhadap kita.
Kelima, bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri kepada keduanya, dengan menaati keduanya selama tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah serta sangat berkeinginan untuk memberikan apa yang diminta oleh keduanya sebagai wujud kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya.
Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua itu bersifat umum, mencakup hal-hal yang disukai oleh anak ataupun hal-hal yang tidak disukai oleh anak. Bahkan sampai-sampai al-Qur’an memberi wasiat kepada para anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun mereka adalah orang-orang yang kafir.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Lukman: 15)
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar