CONTOH KASUS MENGENAI STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK PERKAWINAN CAMPURAN
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia”
BERIKUT ADALAH CONTOH STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
Sebut saja Marcellina, wanita asal Surabaya, pada bulan Juli 2003 saat pulang ke Indonesia bersama kedua anaknya, Sonia dan Julian, Marcellina tak menyangka hidupnya akan berubah cerah sejak 11 Juli 2006 silam, saat DPR mengesahkan UUK yang baru. Marcellina mengisahkan, awal 2001 ia menikah di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Suaminya orang Amerika. Pernikahan itu dicatatkan di Konsulat Jenderal RI setempat. Akhir 2001 Marcellina melahirkan Sonia. Setahun kemudian, Julian lahir. Keduanya tercatat sebagai warga negara Amerika, sesuai dengan asas ius soli yang dianut Amerika. Persoalan berat dalam pernikahannya membuat Marcellina, tanpa sepengetahuan suaminya, membawa kedua anaknya yang saat itu berusia 7 bulan dan 17 bulan pulang ke Jakarta pada Juli 2003. Kondisi mendesak membuat Marcellina nekat membawa kedua anaknya keluar Amerika tanpa sempat dibuatkan paspor. Agar Sonia dan Julian bisa masuk ke Indonesia, Marcellina meminta bantuan Kedubes RI di Washington untuk membuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi Sonia dan Julian, yang hanya berlaku sebagai travel document. Sampai di Jakarta, ia mencatatkan pernikahannya ke Catatan Sipil di Jakarta dan mendapat Tanda Bukti Laporan Perkawinan. Ia juga mencatatkan kelahiran kedua anaknya sebagai Tanda Bukti Laporan Kelahiran di tempat yang sama. Masalah mulai muncul saat Marcellina bermaksud mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi kedua anaknya. Kantor imigrasi menolaknya karena Sonia dan Julian tak punya paspor. Pihak kedutaan mengharuskan kedua orangtua hadir di depan pejabat kedutaan atau salah satu orang tua yang absen, memberikan surat izin untuk aplikasi atau perpanjangan paspor bagi anak di bawah usia 14 tahun. Apesnya, suami Marcellina berusaha menghalangi proses tersebut. Di sisi lain, perubahaan kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI, hanya bisa dilakukan setelah anak mencapai usia 18 tahun. "Sejak saat itu mereka terkatung-katung, dinyatakan sebagai anak stateless, tanpa kewarganegaraan." Sonia dan Julian bisa terkena sanksi overstay, karena sejak tiba di Indonesia Marcellina yang tergabung dalam Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan Ibu (KPC Melati) tidak pernah membayar atau memperpanjang izin tinggal kedua anaknya. Mereka juga disebut penduduk gelap karena tak pernah terdaftar di keimigrasian. "Di sini, saya disebut menyembunyikan anak WNA. Lalu, karena tidak memberitahu suami saat membawa mereka keluar dari wilayah Amerika, di sana saya disebut melakukan penculikan anak. Padahal saya yang melahirkan mereka," papar wanita asal Surabaya ini. Ia tak bisa membayangkan nasib kedua anaknya bila saat bersekolah tiba karena tanpa KITAS, mereka tak bisa sekolah. Itu sebabnya, ia sangat lega DPR mengesahkan UUK yang baru, yang memberikan kewarganegaraan ganda pada anak hasil perkawinan campuran sampai anak berusia 18 tahun. Dengan kewarganegaraan ganda ini, Sonia dan Julian kini juga menjadi WNI. Marcellina kini tak perlu sembunyi lagi.
by: Nina'ns
0 komentar:
Posting Komentar